Memelihara burung hukumnya boleh dengan syarat:
Pertama, dipenuhi kebutuhan makannya
Kedua, burung tersebut bukan tergolong burung yang akan mati jika dikurung. Sebagaimana penjelasan ahlinya ada beberapa burung yang jika dikurung akan mati. Burung semacam ini tidak boleh dipelihara.
Sedangkan burung selainnya boleh dikurung asalkan kebutuhan makannya dipenuhi. Dalilnya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah mengenai perempuan yang masuk neraka gara-gara seekor kucing. Beliau bersabda,
فلا هي حبستها فأطعمتها، ولا تركتها تأكل من خشاش الأرض
“Dia tidak memberi makanan untuk kucing tersebut manakala dia ingin mengurungnya. Tidak pula dia biarkan kucing tersebut sehingga dia bisa cari makan sendiri.”
Sejumlah ulama mengatakan bahwa hadis di atas menunjukkan bolehnya mengurung hewan asalkan kebutuhan makanannya dipenuhi. Sehingga jika ada yang memelihara dan mengurung kambing, kucing, atau burung dan kebutuhan makanannya dipenuhi dan diperhatikan maka hukumnya adalah diperbolehkan.
Dalil yang lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas yang menceritakan bahwa Nabi melewati seorang anak kecil yang bermain-main dengan seekor burung kecil. Setelah itu Nabi kembali menemuinya lagi, namun beliau jumpai anak kecil tersebut menangis. Nabi berkata kepadanya,
يا أبا عمير؛ ما فعل النغير؟
“Wahai Abu Umair (panggilan untuk anak tersebut, pen.), apa yang dilakukan oleh burungmu?”
Dalam hadis di atas Nabi membiarkan anak tersebut memelihara dan bermain dengan burung yang dia pelihara. Nabi pun tidak memerintahkan keluarganya agar melepas burung tersebut.
Hadis ini mengandung banyak pelajaran. Ibnu al Qash as Syafii menulis sebuah buku khusus memuat kandungan yang bisa disimpulkan dari hadis di atas. Beliau bisa menyebutkan kurang lebih tiga puluh kandungan. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menambahkan sepuluh kandungan. Sehingga totalnya ada empat puluh poin kandungan. Di antaranya adalah bolehnya mengurung burung.
Jika boleh memelihara burung berarti burung adalah sesuatu yang bernilai sehingga diperbolehkan juga menjual atau membelinya terlebih lagi jika untuk dikomsumsi. Kesimpulannya, memperdagangkan burung hukumnya boleh.
Akan tetapi mengejar-ngejar merpati, mengambil merpati yang bukan miliknya, mengganggu tetangga, naik naik ke loteng rumah dan melihat hal-hal yang tidak pantas untuk dilihat karenanya adalah di antara sisi bahaya memelihara burung merpati.
Dalam kitabnya, Al Manar al Munif, Ibnul Qoyim menilai hasan sebuah hadis yang isinya Nabi melihat seorang yang mengejar-ngejar burung merpati, ketika itu beliau berkomentar,
شيطان يتبع شيطان
“Ada setan mengejar setan”.
Sehingga memelihara burung merpati, mengambil merpati yang bukan miliknya dan sibuk dengan merpati sehingga meninggalkan berbagai kewajiban dan ketaatan adalah suatu hal yang tercela. Sedangkan semata mata memelihara burung dengan memenuhi semua kebutuhan makannya dan haknya yang lain tanpa melakukan hal yang tercela karenanya hukumnya adalah tidak mengapa. (Fatwa Syaikh Masyhur Hasan Salman, pertanyaan no 200).
Artikel www.PengusahaMuslm.com